Kamis, 07 April 2011

Ketika Kebersamaan Mulai Luntur

Kata kebersamaan sangatlah erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Semua kegiatan yang dilakukan bersama-sama pun akan terasa ringan dan mudah. Benarlah kata pepatah bahwa ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Filosofi itu ternyata sangatlah bermanfaat jika kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya, kemudahan saat ini mulai menggerus nilai-nilai kebersamaan itu. Bukankah dalam Agama (baca: Islam) telah menekankan pula pentingnya kebersamaan, bahwa manusia diwajibkan tolong menolong selama itu untuk hal kebaikan. 
Tidaklah perlu kita mengambil perumpaan yang terlalu luas, cukuplah yang ada di sekitar kita. Mungkin perumpamaan ini masih berlaku di daerah-daerah lain, namun di tempat tinggal saya sekarang kebersamaan itu mulai tergerus zaman, misalnya jika dahulu jauh sebelum segalanya belum ada, masyarakat yang ingin melakukan hajatan pastilah jauh hari sebelum pelaksanaan mereka berkumpul di rumah pemilik hajat dan ber-urun rembuk seperti apa nantinya dan apa saja yang perlu dipersiapkan. Nah, sekarang bagaimana? ini yang kita pertanyakan, mana kebersamaan itu. Kebersamaan di dapur umum membuat makanan, kini sudah tergantikan dengan catering (makanan pesanan), Pembuatan dekorasi tergantikan dengan jasa dekorasi atau bahkan sudah tidak di rumah hajatan lagi melainkan sudah ke gedung untuk acara-acara. Sepertinya segala apa pun sudah mulai tergantikan dengan kemudahan yang ditawarkan para pengusaha pelayan jasa. 
Saya juga pernah menemui salah satu kampung yang dapat dibilang daerah itu masyarakatnya tergolong fanatik terhadap agama. Namun sayang, cerita ini bermula ketika di daerah itu seorang warganya meninggal dunia, seperti biasa warga berdatangan untuk menjenguk dan menyampaikan belasungkawanya, termasuk saya sendiri. Singkat cerita, tibalah waktu untuk acara shalat jenasah, tapi saya heran dan bingung, di mana orang-orang yang akan ikut mengiringi dan mengantarkan jenasah ini, yang terlihat hanya beberapa orang pihak keluarga dan warga sekitar. Selintas saya bertanya dalam hati, jika dilihat kampung ini terbilang cukup banyak warganya, namun hingga ke Masjid tempat jenasah disholatkan hanya terlihat kumpulan orang yang saya pikir itu bukanlah warga sekitar, akan tetapi orang-orang yang memang khusus disiapkan untuk mensholatkan jenasah (orang yang memang diberi uang), hanya sebagian saja warga sekitar. Akhirnya, saya berfikir apakah yang saya lakukan menyalahi aturan yang berlaku di daerah ini, karena kebiasaan yang pernah saya temui jika ada warga yang meninggal dunia, maka tanpa diundang pun warga akan berdatangan dan akan bantu-membantu hingga proses semuanya selesai. Kondisi di kampung itu pun terlihat biasa-biasa saja, seperti aktivitas sehari-hari yang dilakukan masyarakat.
Memang sangat mengharukan dan memilukan,namun mungkin warga memang terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing, sehingga belum ada waktu menyempatkan diri untuk bersama-sama membantu. 
Apakah ini ada kaitannya dengan kondisi ekonomi kita sekarang, semuanya serba tak terjangkau rakyat jelata, dan apakah juga sekarang semuanya serba ADUL (Ada Duit Urusan Lancar) sehingga kebersamaan itu terkalahkan nilai selembar kertas berharga. Semua jawabannya kita kembalikan ke dalam diri kita sendiri. Semoga kita bukan tergolong orang yang terlalu berlebihan mencintai dunia. Amiiiinnnn.     

0 komentar:

Posting Komentar