Kamis, 21 April 2011

Komunitas Film Indie 'Teropong Community'

Cerita awal mula terbentuknya teropong community ini ku mulai dari lebih satu tahun yang lalu, tepatnya pada sabtu 19 desember 2009, sekitar pukul 16.30 Wita. Sejak saat itu ku mulai mengetikkan jemari besar ku ini pada keyboard laptop dengan bermodalkan modem teman. Sebenarnya niat sudah ada sejak aku mulai suka dan hobi dunia audio visual atau istilah kerennya sekarang pertelevisian, kebetulan aku kuliah pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (agak sedikit nyambung lah).
Setelah lama melihat dan mengamati apa sebenarnya yang terjadi pada fakultas ku (Fakultas Dakwah) sehingga sebagian orang beranggapan bahwa semua alumni fakultas PTAI ini memiliki kemampuan di bidang ceramah. Ternyata, ada satu masalah yang dapat ku tangkap, karena selama ini rata-rata (meski ada sebagian) alumnus Fakultas Dakwah bekerja seputar tidak jauh dari mikropon (penceramah). Karena memang, penerimaan cpns yang ada setiap tahun memberikan space (ruang) bagi lulusan Fakultas Dakwah hanya sebagai penyuluh keagamaan, sehingga orang menganggap semua alumusnya adalah orang-orang yang benar-benar kompeten di bidang itu. Selain itu, dulunya memang Fakultas Dakwah tidak pernah jauh dari Departemen Penerangan yang memang job description-nya adalah tabligh. 
Imej (anggapan) orang semakin terbangun dengan label Fakultas ‘Dakwah’ setiap kali orang menanyakan, “apa fakultasnya?”. Mereka tidak lagi melihat jurusan apa mereka atau bahkan apa kemampuan yang dimiliki mereka. Padahal jika melihat kemauan yang tinggi dari kawan-kawan, mereka semua ingin sesuatu yang dapat memberikan mereka sedikit lebih berbeda.
Landasan pemikiran inilah (istilah sekarang:unek-unek) aku berinisiatif membentuk sebuah wadah yang mampu mewakili keinginan kawan-kawan tersebut, khususnya kawan-kawan dari jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Ku mulailah pembentukan wadah tersebut, namun hanya melalui jejaring sosial yang ada di internet (facebook), ku mulailah dengan membikin grup baru dan ku namakan grup tersebut dengan Teropong Community.
Nama Teropong sendiri memiliki filosofis bahwa teropong merupakan sebuah alat yang mampu melihat benda di kejauhan sehingga kita dapat melihat seperti dalam jarak dekat. Dari situ muncullah makna, kelak komunitas ini tidak hanya sebagai wadah kreativitas kawan-kawan, namun juga sebagai komunitas yang mampu respon terhadap lingkungan sekitarnya dan tentunya dengan jalan ini dapat menyuarakan aspirasi orang-orang di sekelilingnya. Hal ini tidak terlepas dari tujuan fakultas dakwah sendiri, yakni mengajak orang-orang ke jalan yang diridhai Allah dan menyerukan larangan-larangan Allah.
Sejak dibukanya grup di facebook waktu itu, tidak henti-hentinya ku sosialisasikan komunitas baru ini. Orang-orang yang ku undang pun ku utamakan kawan-kawan Fakultas Dakwah, hal ini untuk memancing keinginan mereka selama ini. Alhamdulillah respon pun mulai berdatangan, tidak hanya melalui facebook tetapi juga melalui handphone. Respon tersebutlah yang memacu ku untuk terus melanjutkan komunitas ini.
Tulisan ini juga dapat dilihat pada situs Teropong Community di www.teropong-community.blogspot.com.

Kamis, 14 April 2011

24 Tahun Kini


Kurang satu tahun dari seperempat abad usiamu....

Tentu banyak hal yang telah dilalui, banyak yang telah diperbuat, namun banyak pula cita-cita dan harapan serta mimpi yang masih ingin dicapai.

Ada suka terjalin, namun tak jarang duka menemani perjalanan itu. Semua itu adalah sketsa pena dari Sang Pencipta yang akan menempa, menegarkan, dan mendewasakan hidupmu. Sehingga kau mampu tumbuh menjadi insan yang siap mengemban tanggung jawab demi bangsa, agama, masyarakat, keluarga dan diri pribadi.

Kini kau telah berbeda dari sosok 24 tahun silam. Dan ultah kali ini kau telah menyandang status sebagai seorang suami dan insya Allah akan segera menjadi seorang Ayah.

Terimakasih atas kasih sayang, perhatian dan cinta yang telah kau berikan selama hampir 9 bulan perjalanan pernikahan kita.

Terimakasih atas semua kesabaran, ketulusan dan tanggung jawab mu dalam menjaga ku.

Maafkan jika ku belum bisa menjadi isteri yang sempurna bagimu.

Maafkan jika masih banyak keluh kesah yang kucurahkan untukmu.

Aku akan berusaha menemani setiap langkahmu, merajut asa, merenda mimpi, merangkai hari demi sebuah cita-cita yang hakiki dalam mencapai ridha Ilahi.

Sedu sedan tangis kita urai bersama, gelak tawa semoga takkan membuat kita lupa bahwa di luar sana masih banyak mereka yang tak seberuntung kita.

Semoga Allah senantiasa membingkai kehidupanmu dalam naungan kasih sayangNya.

Semoga setiap langkahmu tak lain adalah upaya untuk mendekatkan diri padaNya.

Semoga kau selalu diberikan yang terbaik dalam hidup.

Amiin YaaRabbal'Alamiin.....

*HaPpy b'Day saYan9*
.......mmmmmuuuaaaccchhh.....

Kamis, 07 April 2011

Ketika Kebersamaan Mulai Luntur

Kata kebersamaan sangatlah erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Semua kegiatan yang dilakukan bersama-sama pun akan terasa ringan dan mudah. Benarlah kata pepatah bahwa ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Filosofi itu ternyata sangatlah bermanfaat jika kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya, kemudahan saat ini mulai menggerus nilai-nilai kebersamaan itu. Bukankah dalam Agama (baca: Islam) telah menekankan pula pentingnya kebersamaan, bahwa manusia diwajibkan tolong menolong selama itu untuk hal kebaikan. 
Tidaklah perlu kita mengambil perumpaan yang terlalu luas, cukuplah yang ada di sekitar kita. Mungkin perumpamaan ini masih berlaku di daerah-daerah lain, namun di tempat tinggal saya sekarang kebersamaan itu mulai tergerus zaman, misalnya jika dahulu jauh sebelum segalanya belum ada, masyarakat yang ingin melakukan hajatan pastilah jauh hari sebelum pelaksanaan mereka berkumpul di rumah pemilik hajat dan ber-urun rembuk seperti apa nantinya dan apa saja yang perlu dipersiapkan. Nah, sekarang bagaimana? ini yang kita pertanyakan, mana kebersamaan itu. Kebersamaan di dapur umum membuat makanan, kini sudah tergantikan dengan catering (makanan pesanan), Pembuatan dekorasi tergantikan dengan jasa dekorasi atau bahkan sudah tidak di rumah hajatan lagi melainkan sudah ke gedung untuk acara-acara. Sepertinya segala apa pun sudah mulai tergantikan dengan kemudahan yang ditawarkan para pengusaha pelayan jasa. 
Saya juga pernah menemui salah satu kampung yang dapat dibilang daerah itu masyarakatnya tergolong fanatik terhadap agama. Namun sayang, cerita ini bermula ketika di daerah itu seorang warganya meninggal dunia, seperti biasa warga berdatangan untuk menjenguk dan menyampaikan belasungkawanya, termasuk saya sendiri. Singkat cerita, tibalah waktu untuk acara shalat jenasah, tapi saya heran dan bingung, di mana orang-orang yang akan ikut mengiringi dan mengantarkan jenasah ini, yang terlihat hanya beberapa orang pihak keluarga dan warga sekitar. Selintas saya bertanya dalam hati, jika dilihat kampung ini terbilang cukup banyak warganya, namun hingga ke Masjid tempat jenasah disholatkan hanya terlihat kumpulan orang yang saya pikir itu bukanlah warga sekitar, akan tetapi orang-orang yang memang khusus disiapkan untuk mensholatkan jenasah (orang yang memang diberi uang), hanya sebagian saja warga sekitar. Akhirnya, saya berfikir apakah yang saya lakukan menyalahi aturan yang berlaku di daerah ini, karena kebiasaan yang pernah saya temui jika ada warga yang meninggal dunia, maka tanpa diundang pun warga akan berdatangan dan akan bantu-membantu hingga proses semuanya selesai. Kondisi di kampung itu pun terlihat biasa-biasa saja, seperti aktivitas sehari-hari yang dilakukan masyarakat.
Memang sangat mengharukan dan memilukan,namun mungkin warga memang terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing, sehingga belum ada waktu menyempatkan diri untuk bersama-sama membantu. 
Apakah ini ada kaitannya dengan kondisi ekonomi kita sekarang, semuanya serba tak terjangkau rakyat jelata, dan apakah juga sekarang semuanya serba ADUL (Ada Duit Urusan Lancar) sehingga kebersamaan itu terkalahkan nilai selembar kertas berharga. Semua jawabannya kita kembalikan ke dalam diri kita sendiri. Semoga kita bukan tergolong orang yang terlalu berlebihan mencintai dunia. Amiiiinnnn.